Kamis, 20 Desember 2007

Puluhan Pengusaha "Voucher" Tertipu

Puluhan Pengusaha "Voucher" Tertipu (sumber: Kompas 2004-http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/07/metro/1424657.htm)

Jakarta, Kompas - Puluhan pengusaha dan karyawan bisnis voucher (pulsa isi ulang) dari berbagai layanan jaringan telepon seluler, tertipu hingga lebih kurang Rp 70 miliar. Kasus dugaan penipuan tersebut sudah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jaya pada Agustus 2004, tetapi hingga saat ini belum ada kejelasan penanganannya.
"Saya bersama sekitar 20 teman lain yang tertipu sudah melaporkan ke polda pada Agustus 2004. Kami belum dapat informasi apakah para penipunya sudah ditangkap atau belum," kata Hidayat Q Batangtaris (38), salah seorang pengusaha yang tertipu hingga Rp 7 miliar, Senin (6/12) siang.
Dari surat laporan yang diterima Kompas, kasus penipuan terhadap Hidayat tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan No Pol: 2988/K/VIII/2004/SPK Unit "II" tertanggal 17 Agustus 2004.
Dalam laporan tersebut tertera bahwa Hidayat telah tertipu uang senilai Rp 7 miliar oleh IP, pemilik PT BMM yang beralamat di Gedung Dana Pensiun Telkom di Jalan Penataran, Jakarta Pusat. IP sendiri sebelumnya menumpang di rumah orangtua korban di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Menurut Hidayat, warga Jalan Kota Bumi RT 09 RW 20 Tanah Abang, Jakarta Pusat, ia memulai bisnis voucher dengan IP sejak akhir Januari 2004. Ketika itu dia dijanjikan bisa mendapatkan keuntungan besar dengan membeli voucher, khususnya Simpati dan Mentari pada IP, karena harga di bawah standar.
Misalnya saja voucher Simpati isi 100.000 dijual dengan harga Rp 91.500. Padahal harga pasaran saat itu Rp 95.000. Simpati isi 50.000 dijual Rp 52.000, padahal dipasaran Rp 55.000. Untuk pulsa Mentari 100.000 dijual Rp 102.000, dan pulsa isi 50.000 dijual Rp 54.000.
"Karena ini bisnis menguntungkan, saya langsung pesan pertama 1.000 voucher dan ternyata untung," katanya.
Lama-lama Hidayat semakin banyak menanamkan modal dan mengajak teman-temannya ikut serta. Suatu ketika, IP mengusulkan kepada Hidayat dan teman-temannya agar langsung menerima keuntungan saja tanpa perlu menerima voucher. Untuk 1.000 voucher dapat untung bersih sekitar Rp 3 juta. Mereka pun setuju.
Baru pada bulan Agustus 2004, ada seorang pengusaha yang mengambil modal semuanya. IP kelimpungan. Namun, dia tetap meyakinkan kalau tidak ada masalah dan meminta kepada Hidayat dan teman-teman lain untuk terus menambah modal, kalau tidak, IP kena sanksi dari distributornya. Hidayat dan teman-temannya pun menambah modal. Ia sendiri sampai Rp 7 miliar.
"Usut punya usut, ternyata IP beli pulsanya bukan didistributor, tetapi di Roxi. Kalau begitu, dia memang sejak awal punya niat menipu, setelah berhasil meraup uang dari kami lalu kabur," kata Hidayat.
Menurut Aswin Muis yang tertipu bersama Beni Nugroho sebanyak Rp 2,8 miliar, mereka awalnya percaya karena IP berkantor di Gedung Pensiunan Telkom. Karyawannya banyak bahkan ada petugas satpamnya yang juga ikut tertipu.
"Total dana hasil menipu tersebut diperkirakan mencapai Rp 70 miliar. Jumlahnya puluhan orang. Vita, teman saya, bahkan rugi Rp 11 miliar," kata Hidayat yang dibenarkan Muis dan Beni.
Menurut Reni, kakak ipar IP, sejak bulan Januari 2004 tidak tinggal lagi di rumah mertuanya itu. "Saya tidak pernah lagi ketemu dan bisa berhubungan lewat telepon dengan dia. Saya juga ikut jadi korban karena menanamkan modal ke dia," katanya.
Reni menyatakan bahwa terkait kejadian tersebut, dia dan keluarganya merasa terteror. Padahal, dia tidak tahu persoalan bisnis itu karena dia juga menjadi korban. "Saya hanya bisa menyerahkan ke Allah," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metropolitan Jaya Komisaris Besar Tjiptono menyatakan, polisi masih menyelidiki dan mengusut kasus tersebut. (MAS)

Tidak ada komentar: