Tampilkan postingan dengan label Artikel Lain. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Lain. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Desember 2007

Mendidik Si Ucup Menjadi Pengusaha, oleh Didik Darmanto

« Perencanaan yang Dibutuhkan agar Bebas Krisis Finansial
Tips Mengoptimalkan Pendapatan Anda »
Mendidik Si Ucup Menjadi Pengusaha
Sumber: http://www.keuangan-pribadi.com/mendidik-si-ucup-menjadi-pengusaha/
Orangtua mana sih yang tidak bangga memiliki anak seorang pengusaha sukses. Untuk menjadi pengusaha memang tidak gampang. Kebanyakan dari mereka telah terlatih naluri bisnisnya sejak kecil. Kalau memang ingin punya anak yang menjadi pengusaha, buruan aja si Ucup dididik entrepeneurship.
Belakangan ini status pengusaha kelihatan lebih mentereng ketimbangan menjadi karyawan. Beberapa orang telah membuktikan, bahwa menjadi pengusaha tidak hanya keren namanya, tetapi memang lebih menjanjikan untuk menuju kebebasan finansial. Dengan menjadi pengusaha peluang mencari uang terbuka lebar. Sedangkan penghasilan karyawan setiap bulan stagnan.
Tapi tidak gampang untuk menjadi pengusaha. Butuh jam terbang tinggi agar bisa sukses berusaha. Bahkan orang-orang yang sukses mengelola usaha telah belajar berbisnis sejak kanak-kanak. Sebut saja Masbukhin Pradhana, pengusaha dengan julukan Raja Voucher, telah memulai usaha sejak masih duduk di bangku SD.
Di usia belia ia sudah suka beternak ayam petelur, jualan lilin, kembang api, dan membuka toko kelontong di rumah orang tuanya. Ketika SMP, ia ikut mengelola warung kopi pamannya sambil tetap sekolah. Kebiasaannya berbisnis terus berlanjut hingga akhirnya ia menjadi pengusaha muda beromset miliaran. Menurutnya dalam dunia bisnis jam terbang atau pengalaman itu sangat berpengaruh pada kemajuan dan keberlanjutan bisnis seseorang. Oleh karena itu, semakin dini mendidik anak menjadi pengusaha tentu akan semakin bagus hasilnya kelak di kemudian hari.
Demikian pula dengan Purdi E. Chandra, pemilik lembaga pendidikan Primagama ini jualan telur ayam kampung sejak SMP. Waktu itu, akunya, ia bercita-cita ingin menjadi peternak ayam. Meskipun cita-citanya ternak ayam tidak kesampaian, kini Purdi menjadi bos dengan 32 unit usaha yang memiliki aset di atas Rp 100 miliar.
Menurut dai kondang yang juga seorang pengusaha, Abdullah Gymnastiar, kunci keberhasilan dari seorang wirausahawan sejati itu tergantung dari masa kecilnya. Masa kecil seseorang itulah yang menentukan kualifikasi entrepeneurship seseorang.
“Kalau masa kecilnya selalu dimanja, selalu ditolong, maka bersiaplah menuai anak yang tidak berdaya,” katanya.
Selain ditumbuhkan kecerdasan intelektual, anak juga harus dididik kecerdasan finansial. Tingginya tingkat kecerdasan intelektual anak tidak akan menjamin keberhasilannya dari segi finansial. Tanpa pendidikan finansial anak akan terjebak menjadi pekerja tulen. Ia tidak memiliki kemampuan melihat peluang dan tidak berani mengambil resiko usaha.
Meskipun pendidikan finansial ini penting, tapi tak jarang orang tua justru menghambat naluri bisnis anak. Misalkan si Ucup yang masih duduk di bangku SD ini membawa kue untuk bekal di sekolah. Ternyata banyak temannya yang suka dengan kue bikinan ibunya itu. Kemudian si Ucup bilang, “kalau kalian pada suka dengan kue ini besok bisa aku bawain tapi harganya Rp 500 per potong”.
Setibanya di rumah Ucup bercerita kepada ibunya tentang teman-temannya yang menggemari kue yang ia bawa. Ucup pun menyampaikan niat agar besok ibunya membuat kue lebih banyak karena teman-teman sekolah tertarik untuk membeli. Bahkan beberapa teman sudah ada yang kasih uang segala.
Seharusnya inisiatif si Ucup untuk berbisnis kecil-kecilan di sekolah ditanggapi positif orang tuanya. Tapi tanpa disangka ibunya menolak permintaan Ucup tadi. Sebagai orang tua khawatir kalau bisnis kecil-kecilan yang dilakoni anaknya bakal menggangu konsentrasi belajarnya.
Asah naluri bisnis
Psikolog anak, Seto Mulyadi yang akrab dipanggil Kak Seto, mengatakan bahwa orang tua perlu memberi apresiasi terhadap inisiatif anak untuk berbisnis. Inisiatif ini menunjukkan bahwa si anak sudah memiliki kecerdasan finansial. Bahkan ia menyarankan untuk melibatkan anak-anak pada usaha orang tuanya, seperti diikutkan dalam menjaga toko.
Melibatkan anak dalam kegiatan usaha orang tua merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kecerdasan finansial anak. Anak tidak hanya mengetahui enaknya menggunakan uang, tapi juga merasakan susahnya mencari uang selain itu naluri bisnis anak juga akan terasah.
Naluri bisnis ini juga bisa ditumbuhkan dengan menceritakan kisah sukses dan masa kecil para pebisnis ternama. Sehingga anak terinspirasi dan tertantang untuk mengikuti jejak mereka. Begitu pula ketika anak diajak jalan-jalan ke pasar atau supermarket. Kita bisa memperkenalkan mereka dengan konsep-konsep sederhana tentang jual-beli, dan untung-rugi.
Misalkan ketika anak mengambil es krim kita bisa jelaskan, bahwa es krim ini harganya Rp1.000 padahal belanjanya cuma Rp900. harganya dinaikkan Rp100 karena supermarket ingin ambil keuntungan untuk membayar pegawai, listrik dan buat yang punya supermarket.
Mengenalkan anak dengan dunia bisnis memang baik untuk membentuk jiwa kewirausahaan. Tapi perlu diingat, bahwa kegiatan anak tersebut dalam rangka pendidikan bukan murni berbisnis. Andaikan merugi kita tidak boleh memarahinya. Anggap saja kerugian tersebut sebagai ongkos pembelajaran yang sangat berharga bagi anak. Lebih baik gagal berusaha ketika masih kecil, ketimbang sudah besar baru belajar merasakan kegagalan.[]
Dikutip dari Pembelajar.com. Ditulis oleh Didik Darmanto.
Didik Darmanto adalah mantan wartawan yang sekarang berkarir sebagai PNS di Bappenas. Ia adalah penulis buku best seller “Kalau Mau Kaya Ngapain Takut Ngutang” (Bornrich, 2006).

Catatan: Beberapa bagian dari tulisan ini pernah dimuat di Tabloid “Bisnis Uang” dan harian “Bisnis Indonesia”.

KELUHAN PENGUSAHA VOUCHER HP-Oleh: Ahmad Gozali

KELUHAN PENGUSAHA VOUCHER HP
Oleh: Ahmad Gozali
Dikutip dari CBN CyberSHOPPING
Pak Gozali, begini. Saya bermitra dengan penyedia voucher HP, dimana kami menjual voucher HP jenis elektronik. Karena dana yang minim, saya tidak membuka counter HP di satu lokasi, namun saya menjualnya secara direct selling kepada konsumen. Karena keterbatasan relasi juga, saya membuka jalur mitra baru dengan teman-teman yang saya percayai, dimana keuntungan dari penjualan voucher tersebut dibagi rata secara fifty-fifty. Perlu Bapak ketahui, keuntungan yang kami dapat dari berjualan voucher ini rata-rata Rp 2.000 s/d 2.500 per bulan.
Saat ini saya sudah punya 10 mitra aktif. Walau keuntungan yang saya terima dari mitra tersebut minim sekali (Rp 1.000), alhamdullilah transaksi berjalan mulus, walau masih di bawah 10 transaksi/ per hari. Kebetulan, salah satu mitra saya rumahnya berada di lokasi yang strategis dan saya berencana untuk membuka counter bersama mitra saya tersebut, dengan perjanjian mitra saya sebagai penyedia lokasi, dan saya menyediakan dana. Dana sementara ini ada Rp 2 juta, itupun saya dapatkan dari hasil pinjaman pada teman saya yang lain.
Aduh, panjang ya, Pak. Begini Pak, pertanyaan saya:
Cukup relevankah kerjasama dengan mitra saya tersebut, padahal keuntungan yang diperoleh hanya Rp. 2.000/ transaksi?
Bagaimana bentuk kerjasama yang sesuai dengan kondisi seperti itu (bagi hasil keuntungannya), supaya bisa secepatnya mengembalikan pinjaman utang teman saya itu?
Adakah bank atau CV lain yang menyediakan bentuk pinjaman tanpa agunan? Kalau ada, bisakah Bapak memberikan referensi kemana saya harus menghubungi?
Itu saja pertanyaan saya, Pak. Maaf ya kalau terlalu panjang.
Terima kasih.
syarif --- bandung Jawaban:
Pak Syarif, saya salut pada Anda pak.
Pengusaha memang tidak boleh menyerah dengan keadaan dan harus mampu melihat peluang. Walau tidak punya modal untuk buka counter, Anda bisa lakukan pemasaran langsung. Relasi terbatas, Anda perluas dengan mitra penjualan. Sampai akhirnya ada tempat yang bisa Anda pakai untuk buka counter.
Berikut jawaban saya atas pertanyaan yang Anda ajukan pak:
Bisnis voucher memang memiliki margin penjualan yang sangat tipis sekali. Karena dalam bisnis ini, yang menjadi titik penting bukanlah marginnya, melainkan angka penjualan per hari. Namun tidak ada salahnya Anda mulai mencari celah agar bisa mendapatkan margin yang lebih besar lagi. Mungkin dengan memperbesar pembelian dari supplier, Anda bisa mendapatkan margin yang lebih besar dari sekarang.
Membagi keuntungan 50: 50 dengan mitra Anda saya fikir cukup fair pak. Mengingat poin penting dalam bisnis ini Anda tingkat penjualan, maka wajar saja jika Anda berbagi cukup besar dengan tenaga pemasar Anda.
Untuk menentukan porsi bagi hasil yang pas, sebaiknya dihitung dahulu proyeksi penjualan jika menggunakan counter tersebut. Dari situ Anda bisa lihat seberapa besar keuntungan yang bisa dibagi hasilkan kepada pemilk tempat, maupun kepada pemilik modal.
Satu hal yang perlu saya informasikan pak, bahwa memiliki counter sendiri belum tentu bisa meningkatkan penjualan Anda. Terkadang, memanfaatkan tenaga pemasar langsung bisa lebih efektif daripada membuka counter. Maka pastikan counter yang akan Anda pakai tersebut memiliki lokasi yang strategis, dan kalau bisa bukan hanya menjual pulsa saja. Tapi mungkin juga ditambah dengan aksesories hp atau yang lainnya.
Kredit tanpa agunan sebetulnya bisa Anda dapatkan dari perbankan. Tentunya bank juga hanya memberikan kredit ini jika Anda memiliki penghasilan yang jelas untuk membayar kembali kredit yang diambil. Jika ada masih berstatus karyawan, bank biasanya lebih percaya dan mau memberikan kredit tanpa agunan kepada Anda. Tapi jika Anda hanya mengandalkan penghasilan dari usaha ini saja, maka bank biasanya akan meminta kejelasan legalitas usaha Anda serta laporan keuangannya.
Oke pak, demikian dari saya. Selamat berusaha, sukses untuk Anda,
Salam,
Ahmad Gozali
Perencana Keuangan

Sumber: http://www.perencanakeuangan.com/files/usahavoucher.html